Minggu, 24 Oktober 2010

The Sex Trade Industry's Worldwide Exploitation of Children (Industri Perdagangan Seks Dalam Pengeksploitasian Anak di Seluruh Dunia) By R. BARRI FL

Abstrak: Pada abad dua puluh satu terjadi beberapa realitas yang buruk berkaitan dengan masalah eksploitasi anak. Di seluruh dunia sudah tak terhitung lagi jumlah anak yang dirampas hak asasinya, martabatnya, dijadikan prostitusi anak, pornografi anak, dan pengeksploitasian seks pada anak, diperkosa, pemukulan pada anak, kecanduan narkoba, pelecehan psikologi, dan trauma lain yang merusak masa depannya. Pada saat ini masih dilakukan studi penelitian mengenai perdagangan internasional anak-anak dan pengeksploitasian seksual pada anak. Di dalam hal ini wisata seks memiliki peran utama dalam perdagangan seks anak yang dijadikan budak seks dan untuk memperoleh keuntungan. Eksploitasi anak yang telah mengglobal menjadi wabah di masyarakat, meskipun upaya internasional untuk memerangi poliferasi industry seks dalam perdagangan anak yang ada telah banyak dilakukan. Organisasi seperti ECPAT tetap berkomitmen untuk mengatasi permasalahan mengenai pengeksploitasian seks pada anak.

Pada awal abad ke duapuluh satu isu mengenai pengeksploitasian seks pada anak di seluruh dunia telah menunjukkan tanda sedikit mereda. Literatur (Bracey 1979; ECPAT 1996; Ennew et al 1996). Sebagian besar penelitian mengenai pengeksploitsian anak telah difokuskan di Asia Tenggara, terutama di Thailand dan Filipina (Ennew 1986; Leuchtag 1995), Asia Selatan, dan Negara-negara seperti India, Nepal, dan Sri Lanka (Barry 1995; Bunga 1998; Hodgson 1994), dan di barat termasuk Australia, Kanada, Amerika Serikat, dan Eropa Barat (Densen-Gerber dan Hutchin-child 1978; James 1980; Jhonson 1992). Beberapa tahun terakhir telah terjadi ledakan pasar seks anak-anak di Rusia dan negara-negara lain di blok Soviet dengan jatuhnya komunisme dan munculnya kejahatan yang terorganisir serta kemiskinan (Flowers 1998; Hornblower 1993; Leuchtag 1995). Pada kenyataannya, masih banyak yang kita belum ketahui tentang dimensi dan dinamika sebagai pasar dunia tempat untuk prostitusi anak dan pornografi anak.

Sifat perdagangan seks anak adalah dengan menjual anak di bawah umur oleh orang dewasa yang telah bekerjasama dengan pemerintah atau organisasi yang kuat yang menjadikannya sebagai salah satu kerahasiaan, kumuh, dan sulit untukmendapatkan informasi yang akurat, konklusif. Namun, terdapat cukup penelitian tentang dokumentasi untuk mengetahui bahwa perkembangan industri perdagangan seks global telah mengakibatkan peningkatan pelacuran dan eksploitasi seksual terhadap anak. Juta anak-anak ditargetkan oleh pedagang seks, germo, geng, sindikat kejahatan terorganisir, dan promoter pariwisata di seluruh dunia untuk bisnis seks pariwisata. Pertumbuhan prostitusi internasional tidak hanya merampok kehormatan korbannya yang tidak bersalah tetapi juga menempatkan mereka pada resiko lebih besar untuk terkena kejahatan, penjahat, negara asing dan bahasa asing, dan masalah kesehatan, termasuk virus AIDS. (Flowers 1998, 176) Pelanggaran hak asasi fundamental anak melalui komersilalisasi internasional dalam pengeksploitasian seksual dapat dilihat dalam setiap aspek industri seks yang menuntut keuntungan dan manfaat melalui seksual terhadap mereka yang paling yang rentan dan paling tidak mampu melindungi diri mereka (Melton 1991; Seng 1989; Organisasi Kesehatan Dunia 1996). Hanya dalam melanjutkan untuk mengatasi masalah krisis anak-anak yang dilacurkan dan bentuk lain dari eksploitasi seks pada anak dan dampaknya terhadap korban dan masyarakat pada umumnya kita bisa berharap untuk mencegah sebuah tragedi yang lebih besar.

International Scope of Child Sexual Exploitation

Masalah eksploitasi seksual terhadap anak menjadi masalah yang hampir terdapat di seluruh dunia. Beberapa sumber, mencakup pemerintah, organisasi nonformal, peneliti dan para ahli menyebutkan perdagangan seksual terhadap anak diperkirakan tersebar dari suatu negara ke negara lainnya.

Menurut UNICEF terdapat lebih dari 1 juta prostitusi terhadap anak di Asia. Prostitusi anak, pornografi anak, dan perdagangan anak untuk tujuan seksual diperkirakan 800,000 prostitusi anak di Thailand, 400,000 di India dan 60,000 di filipina. Menurut konferensi organisasi perempuan se-asia tenggara dilaporkan bahwa 30 juta perempuan dan anak-anak diperkerjakan secara paksa ke dalam dunia prostitusi pada pertengahan tahun 1970. Eksploitasi seksual terhadap anak ternyata bukan hanya terdapat di Asia saja, namun kegiatan ini tumbuh subur di beberapa negara di Eropa Barat, Eropa Timur, Afrika dan Amerika.

Eksploitasi seksual terhadap anak menurut ECPAT dan Departemen Peradilan Prostitusi Anak Amerika Serikat melaporkan bahwa

o Di Kamboja, Human Rights Vilance melaporkan lebih dari 3 dari 10 perempuan pekerja seksual berusia diantara 13 sampai 17 tahun.

o Di China, laporan berita Peking menyebutkan di Sichuan lebih dari 10,000 anak-anak dan perempuan dijual untuk menjadi budak seksual setiap tahunnya.

o Di Kolumbia, baru-baru ini dilaporkan prostitusi anak meningkat lima kali dari tujuh tahun sebelumnya.

o Di Sri Lanka, diperkirakan 100,000 anak-anak berusia 6 sampai 14 tahun menjadi pelacur, dengan 5,000 anak-anak lainnya menjual diri di tempat-tempat wisata.

o Di Johannesburg, Afrika Selatan, anak-anak yang menjadi pelacur biasanya perempuan muda yang berasal dari Rusia, Thailand, dan Taiwan.

o Pada tahun 1995, Asia Watch Report, melaporkan bahwa sekitar dari setengah 100,000 perempuan prostitusi yang bekerja di Bombay datang dari Nepal. Di Nepal, banyaknya perempuan dibawah umur 15 tahun yang bekerja sebagai mucikari atau bekerja di rumah-rumah pelacuran mengalami kenaikan.

o Tahun 1995, Human Rights Watch Report, satu dari lima tempat-tempat prostitusi di Bombay melaporkan untuk menjadi pelacur harus berusia dibawah 18 tahun.

o Di Vietnam, sebanyak satu dari lima pekerja seksual berusia dibawah 18 tahun.

Banyak studi hanya berfokus pada eksploitasi seksual terhadap perempuan, fokus lainnya terhadap pelacur laki-laki. Namun banyak studi lain yang kurang cukup menjelaskan perbedaan antara prostitusi anak dan kekerasan seksual terhadap anak. Banyak studi mengenai eksploitasi terhadap anak yang fokus utamanya hanya prostitusi anak tanpa cukup melaporkan dampak global dari pornografi anak dan hubungannya dengan jaringan seksual anak dan perdagangan anak-anak. Terdapat juga pro dan kontra penggunaan anak-anak untuk tujuan seksual. Sebagai contoh, di beberapa negara secara teknis prostitusi anak dianggap resmi namun sangat sulit memberikan perbedaan antara orang yang berada diluar perlindungan hukum dengan toleransi. Mungkin batasan dalam memperkirakan ukuran yang dianggap benar dari eksploitasi seksual anak yaitu kurangnya kerjasama antara negara dan para peneliti dalam hasil dan pengukuran data.

Child Sex Tourism

Wisata seks anak oleh PBB didefinisikan sebagai salah satu bentuk wisata yang memfasilitasi dalam hal hubungan komersial seksual dengan seorang anak (US Department of Kehakiman 1999, 32). Wisata seks anak ini merupakan komponen utama dari eksploitasi seksual internasional terhadap anak-anak. Adapun area-area yang sangat menonjol mengenai wisata seks anak ini adalah Thailand, Filipina, dan negara-negara di Asia Tenggara lainnya.

Data angka menunjukkan bahwa 6,2 persen menunjukkan tentang aktivitas prostitusi seksual pada anak-anak dan 8,7 persen menunjukkan tentang aktifitas prostitusi seksual pada perempuan. Ada suatu realita, khususnya perempuan dan anak perempuan yang terlibat dalam prostitusi ini, bahkan ada yang sengaja direkrut dari daerah-daerah terpencil dan perekrutan tersebut juga bahkan ada yang disetujui oleh anggota keluarga mereka untuk dijadikan pekerja seks. Contohnya di Thailand, fenomena ini terjadi karena gaji yang diperoleh oleh para pekerja seks adalah 25 kali lipat dari gaji pekerja lain di Thailand.

Menurut laporan mengenai pengguna jasa wisata seks anak. Pengguna jasa yang terkait wisata seks anak khususnya di Asia Tenggara adalah para wisatawan manca negara. Contohnya, para wisatawan Amerika yang merupakan kelompok terbesar dalam pengguna jasa industri komersial seks anak (ECPAT Newsletter, 1996). Wisatawan Amerika yang terlibat dalam fenomena ini. Dalam data yang dikumpulkan 1991-1996, dari 240 wisatawan yang melakukan pelecehan seksual dan eksploitasi anak-anak di Asia dalam tujuh tahun tersebut. Ada yang ditangkap, dipenjara, dideportasi dan adapula yang melarikan diri.

Di samping para wisatawan Ameriak, para wisatawan Jerman, Inggris, Australia, Perancis, dan Jepang, juga merupakan kelompok wisatawan yang sengaja datang ke Asia Tenggara untuk berlibur menghabiskan uang untuk menikmati industri wisata seks anak dan kemudian mengkomersialisasikan di negara mereka (Smolenski 1995; US Department of Justice 1999).

Dewasa ini kita dapat melihat, tak hanya Filipina dan Thailand yang serius menekuni industri wisata seks anak. Bahkan ada banyak negara yang ikut mengembangkan industri wisata seks anak. Industri ini dijadikan sebagai sarana untuk menghasilkan pendapatan dan merangsang ekonomi. Serta eksploitasi perempuan dan anak juga disediakan untuk pasaran ke luar negeri atau untuk bisnis lokal dengan penghasilan besar yang mereka dapat. Adapun negara yang ikut menekuni industri wisata seks anak, termasuk Cina, Vietnam, Kamboja, Indonesia, Brasil, Republik Dominika (Bunga 1998), dan negara-negara di Afrika, seperti Zimbabwe, Nigeria, Kenya, dan Ghana (ECPAT 1996; US Department of Justice 1999).

Global Child Pornography

Banyak diberitakan bahwa anak di seluruh dunia dieksploitasi secara seksual melalui pornografi anak (Burgess 1984; Bunga 1998; Yohanes-anak 1992; O'Brien 1983; Smolenski 1995). Apa itu yang dimaksud dengan pornografi anak?. Pornografi anak disebut sebagai "kiddie porn" dan "child porno,". Adapun bentuk-bentuk yang termasuk pornografi anak yaitu, foto, majalah, buku, kased video, kaset audio, gambar bergerak, dan gambar pada situs Web di Internet yang menggambarkan anak-anak dalam seksual eksplisit bertindak dengan anak-anak lain, orang dewasa, hewan, dan atau benda asing (Flowers 1994 Tannahill 1980).

Terkait dengan korbannnya, korban pornografi anak rawan menjadi sasaran berbagai bentuk pelecehan seksual, penyimpangan, dan eksploitasi seperti pemerkosaan, sadisme, pedofilia, triolisme, penyiksaan, dan bahkan pembunuhan (Flowers 1998). Dalam banyak kasus, anak yang dilacurkan, yang diinisiasi ke dalam perdagangan seks adalah dengan cara dipaksa untuk melakukan tindakan pornagrafi seksual sebagai suatu cara prostitusi yang semestinya, tetapi perlawanan anak rendah terhadap apa yang telah dilakukan terhadap mereka (Rickel dan Hendren 1993). Pelaku pemaksaan terhadap anak terkait dengan pornografi anak, mereka tak lain merupakan mucikari, sindikat seks komersial anak atau agen industri wisata seks anak. Lalu konsumen dari pornografi anak didominasi oleh para laki-laki, pedofil, dan lain-lain dengan minat seksual yang abnormal pada anak-anak (Flowers 1994).

Sedangkan, pasar terbesar untuk pornografi anak adalah Amerika Serikat, di mana sekitar $ 6 milyar yang dihasilkan per tahun (Flowers 1998). Delapan puluh lima persen dari penjualan di seluruh dunia menyangkut pornografi anak berasal dari Amerika. Setiap tahun diperkirakan sekitar 30.000 anak-anak secara seksual dieksploitasi oleh pornografi anak di Los Angeles saja (Flowers 1990).

Mucikari, sindikat seks komersial anak atau agen industri wisata seks anak terkait dengan pornografi anak dalam banyak kasus internasional, sangat terorganisir dalam merekrut anak-anak, memproduksi pornografi anak, memberikan layanan seksual lainnya, dan mempertahankan basis pelanggan besar (Flowers 2001; Lanning 1992). Penggunaan Internet oleh para pelaku pendorong pornografi dan pengeksploitasi seksual anak lainnya telah meningkatkan globalisasi pornografi anak dan industri wisata seks anak. Hal ini mempersulit bagi penegak hukum untuk melacak pelakunya (Flowers 1998).

AIDS and The Global Child Sex Trade Market

Hal paling merusak dan beresiko mengalami kematian terkait dengan eksploitasi anak yang dihadapi oleh seluruh dunia adalah terpapar/terinfeksi oleh Acquired Immunodeficiency Syndrome Virus (sindrom melemahnya ketahanan tubuh terhadap penyakit), atau kita lebig mengenalnya dengan penyakit AIDS. (Flowers 1998; Plant 1990; U.S. Department of Justice 1999). Hal tersebut tidak dapat diketahui pasti seberapa banyak pekerja seks anak yang telah terinfeksi oleh HIV secara positif (Robinson, 1993), penanda terhadap AIDS. Tetapi diperkirakan bahwa yang terinfeksi jumlahnya sekitar jutaan.

Remaja perempuan pekerja seks di Thailand, diperkirakan 50% dari mereka telah positif mengidap HIV (Robinson, 1993). Di Bombay para remaja perempuan pekerja seks merupakan pengidap virus AIDS pertama, dan berperan besar terhadap penyebarannya di India. (Friedman, 1996). Di Brazil, keterkaitan antara prostitusi remaja, penggunaan jarum suntik, serta kemiskinan dituding sebagai tingginya tingkat AIDS menempati urutan ke empat di dunia (Black, Collins, dan Boroughs 1992). Di Afrika dengan tingkat AIDS tertinggi di dunia, tingkat terjangkiti infeksi yang terjadi pada remaja perempuan pekerja seks secara terpisah cukup tinggi dan terutama terkait pada aktivitas seksual yang tidak aman (Neequaye, 1990; Rosenberg dan Weiner, 1988). Sebagai perbandingan, tingginya tingkat infeksi HIV pada aktivitas prostitusi di bawah umur di Eropa Barat dan Amerika Serikat diketahui sebagai hasil kombinasi aktivitas seks beresiko tinggi, seperti berganti-ganti pasangan, hubungan sex yang tidak aman, dan penggunaan jarum suntik untuk narkoba (Flowers, 1998; Rosenberg dan Weiner 1988). Dengan ancaman AIDS, banyak turis mancanegara lebih suka terhadap prostitusi remaja dan mereka mempercayai resiko terinfeksinya lebih rendah dibandingkan prostitusi pada umumnya.

Sebaliknya, remaja perempuan dan remaja laki-laki lebih mudah terinfeksi oleh AIDS dan menhambat perkembangan fisik, melemahkan system kekebalan tubuh, dan mudahnya terkena penyakit dan luka yang membekas saat hubungan seksual berlangsung (Hodgson, 1994; Serril, 1993). Remaja pekerja seks juga sangat lemah dalam posisi tawar terhadap pelanggan dibandingkan dengan pekerja seks dewasa. Di beberapa negara, hubungan seks yang demikian sangat mudah dan rentan bagi AIDS (Ennew et. al 1996; Lee-Wright 1990).

Other Consequences of Sexual Exploitation

Anak-anak yang menjadi korban terhadap eksploitasi pekerja seks komersial menghadapi sejumlah resiko kesehatan dan psikologis selain AIDS. Tingkat penularan penyakit seks seperti Herpes, Chlamydia, Gonorrhea, dan Sipilis cukup tinggi terkait prostitusi anak di seluruh dunia (Flowers, 1998; World Health Organization 1996). Hal ini melengkapi pengukuran terhadap batasan atau tidak digunakannya kontrasepsi terhadap prostitusi di bawah umur. Banyak anak perempuan yang ikut terlibat dalam prostitusi meningkat pula resiko terinfeksi penyakit seperti penyakit di sekitar pinggul (Departemen Hukum Amerika Serikat, 1999). Kehamilan juga dihadapi remaja pekerja seks seperti kesulitan dalam melahirkan (Wdom dan Kuhns, 1996; World Health Organization, 1996).

Di negara berkembang, eksploitasi seksual terhadap perempuan rentan bagi kehamilan dan penyakit, juga lemahnya pengawasan kelahiran atau aktivitas sex yang aman, keterbatasan bahasa, dan kemiskinan. Anak-anak yang dieksploitasi mudah mengalami pemerkosaan, pencurian, bahkan hingga pembunuhan (Flowers, 1998; Volkonsky, 1995). Banyak dari mereka yang melarikan diri atau menghindari aktivitas seksual, fisik dan mental yang terganggu. Mereka menjadi bergantung pada alcohol atau narkoba sebagai pekerja seks, pelacur, atau korban lainnya akibat perdagangan seks anak-anak (Flowers, 1994, 1998; Harlan, Rodgers, dan Slattery, 1981; James 1980). Prostitusi anak dan eksploitasi seksual lainnya terhadap anak juga setara dengan besarnya efek psikologis, seperti depresi hebat, rasa rendah diri, rasa stress pasca traumatic, dan keinginan untuk bunuh diri (Flowers 2001; World Health Organization 1996).

Fighting For Sexually Exploited Children's Rights

Terlepas dari hukum yang ada mengenai eksploitasi seksual terhadap anak-anak dibanyak negara, banyak sebagian besar negara masih sangat dari harapan dalam upaya mengurangi masalah tersebut. Bahkan, dalam global industri perdagangan seksual terus berkembang, dan kebanyakan dari korban perdagangan tersebut adalah anak-anak yang dijual ke pasaran global. Dalam beberapa kasus, pemerintah sudah cukup baik dalam mendorong upaya pengurangan eksploitasi perdagangan anak dan beberapa juga upaya ada yang berhasil dilakukan dan tidak ada pula yang tidak.

ECPAT adalah salah satu organisasi internasional yang dibentuk untuk memerangi industri perdagangan seks anak. ECPAT telah memainkan peranan penting dalam kekuatan pembentukan hukum dibanyak negara. Salah satunya yang terkenal adalah beberapa tahun terakhir untuk melindungi anak-anak dari praktek eksploitasi seksual dan penyalahgunaan anak yakni terbentuknya konvensi PBB tentang hak-hak anak (CRC).

Saat ini sudah sekitar 191 negara yang mengikatkan diri dalam konvensi hak-hak anak PBB mereka menandatangani dan meratifikasinya sebagai bentuk upaya dalam perlindungan hak-hak anak termasuk diantaranya Amerika serikat. Inisiatif lainnya yang cukup penting dilakukan adalah dalam mengembangkan strategi global untuk mengurangi wisata atau tempat prostitusi seks anak dan eksploitasi anak lainnya yang berlangsung pada tahun 1996 ketika kongress dunia pertama yang membahas mengenai eksploitasi seksual terhadap anak yang dijadikan komersialisasi yang berlangsung di Stockholm Swedia. Dalam kongres tersebut meminta agar para pemerintah-pemerintah daerah seluruh dunia untuk mengkoordinasikan upaya-upaya untuk menghentikan eksploitasi seksual komersial anak. Dalam delegasi ini lebih dari 120 negara bersumpah untuk bekerja sama dalam pemberian sanksi pidana terhadap setiap orang yang melakukan perdagangan seks anak, termasuk penyedia tempat untuk prostitusi tersebut, pedofilia, dan termasuk pelaku-pelakunya.

Persoalan mendasar yang dihadapi anak-anak selain mengenai perdagangan seks anak adalah rentannya anak-anak yang terlibat dalam perdagangan eksploitasi terkena penyakit AIDS dan penyakit kelamin lainnya. Terkadang pula banyak para anak yang menjadi korban yang dilacurkan secara rutin diperkosa dan disiksa dan terkadang dibunuh setelah dilacurkan. Banyak anak yang dieksploitasi secara seksual disimpan dibius dijadikan budak pemuas nafsu. Dan beberapa ada pula yang ketergantungan pada alkohol atau obat-obatan sebagai alat kontrol fisik dan psikologi.

Kemudian bagi gadis yang terlibat dalam prostitusi memiliki resiko tinggi akan kehamilan, penyakit kelamin dan komplikasi lain yang berkaitan dengan eksploitasi seksual mereka. Selain itu pula banyak sekali para pebisnis gelap yang memanfaatkan eksploitasi anak sebagai barang bisnis untuk memperkaya diri mereka. Banyak sekali pula bermunculan industri seks perdagangan internasional seperti banyak bermunculan web-web yang mudah diakses yang berisi kontain-kontain pornografi anak. Kemudian organisasi-organisasi seperti ECPAT terus didedikasikan untuk membrantas penyalahgunaan anak dan eksploitasi seks anak. Dan terus mencoba mendorong antar bangsa-bangsa di dunia untuk mengatasi isu-isu yang berkaitan dengan eksploitasi seksual terhadap anak sebagai suatu isu yang utama yang perlu dibahas di dunia internasional.


tulisan ini dibuat dalam rangka tugas perlindungan anak. ari, prima, agam, bob, feri. krim 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar